Perubahan peratuan Ujian Nasional yang ditetapkan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan beberapa hari yang lalu harus dilengkapi
dengan konsep arah pendidikan pula.
“Namun, perubahan peraturan UN ini jangan hanya berfokus pada
perubahan peraturannya saja. Tapi, harus jelas pula arah pendidikan
Indonesia kedepannya,” ujar pengamat pendidikan Arief Rahman.
Lebih tepatnya, lanjut ia, pemerintah tidak hanya sekedar menjadi
pemetaan sekolah-sekolah yang baik dan yang kurang. Melainkan, proses
maupun tindakan yang dilakukan dari hasil pemetaan itu.
Arief menilai, memang sudah seharusnya Kemendikbud mencari informasi
dan pengetahuan alasan sekolah itu lemah, kemudian faktor apa yang
membuat sekolah itu lemah.
“Apakah sistem dan mutu pembelajarannya, kualitas guru, atau fasiltas
belajar dan sekolahnya. Jadi, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah-sekolah yang dalam kategori
masih kurang itu,” jelasnya.
Menurutnya, boleh saja UN tidak dijadikan lagi sebagai penentu
kelulusan peserta didik dan fungsi UN dijadikan sebagai pemetaan
sekolah. Tapi, pemerintah pun harus paham bahwa nilai UN, khususnya
untuk siswa SMA dan setingkatnya, akan dipakai oleh forum rektor untuk
menjadi bahan pertimbangan.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan
menerangkan, langkah yang diambil untuk mengubah peraturan UN itu
dimaksudkan agar tidak hanya diakui secara domestik, tetapi diakui juga
oleh dunia internasional.
“Harapannya, dengan perubahan ini kedepannya peserta didik Indonesia
dapat menjadi pertimbangan untuk bisa melanjutkan pendidikan di luar
negeri,” jelasnya,
Ia menekankan, dengan perubahan ini, UN tidak lagi sesuatu hal yang
menakutkan. Melainkan, sebagai bagian pembelajaran untuk menjadi lebih
baik. Sehingga, dapat mengetahui seluruh aspek pendidikan anak. Dari,
posisi dan potesi belajar anak, hingga hasil belajar yang diperoleh
anak.
Selain itu terkait model dan bentuknya, soal Ujian Nasional (UN)
dirancang sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
mendorong para peserta didik berpikir pada tingkat yang lebih tinggi dan
mendalam.
“Peserta tidak lagi dituntut untuk menghafalkan, namun memahami dan
menganalisanya. Oleh karena itu, soal dibuat tidak lagi dalam bentuk
check point (pilihan
ganda) namun, dengan menganalisa dan menuliskan jawabannya,” jelas
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud Prof Nizam.
Selain itu, UN pada tahun ini, ujarnya, tidak diberlakukan lagi 20 paket. Melainkan, lima paket dalam satu ruangan.
Sumber: republika.co.id
Dikutip dari : http://bangkudepan.com/nasib-soal-pilihan-ganda-di-ujian-nasional-2015/